Kritik Warga di Tengah Peluncuran 110 Event Sumenep 2026: Hanya Itu-Itu dan Begitu-Begitu Saja, Tidak Pernah Dievaluasi
INDOTECH.EU.ORG - SUMENEP - Pemerintah Kabupaten Sumenep kembali menggelar peluncuran besar-besaran untuk 110 event wisata dan budaya tahun 2026.
Acara yang berlangsung di Taman Bunga Sumenep pada Jumat malam, 24 Oktober 2025, itu diklaim sebagai langkah strategis memperkuat sektor pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis budaya lokal.
Namun, di balik kemeriahan panggung dan sorotan lampu, muncul suara kritis warga yang mempertanyakan efektivitas program ini terhadap kesejahteraan masyarakat.
Panggung utama di Taman Bunga malam itu dipenuhi warga Sumenep, katanya. Dentuman musik Tongtong Megaremmeng berpadu dengan penampilan grup Baladewa dan band lokal.
Tari-tarian tradisional khas Sumenep ikut menambah semarak. Pemerintah bahkan membagikan ribuan voucher hadiah bagi pengunjung yang datang.
Peluncuran “110 Rangkaian Event Sumenep 2026” disebut-sebut sebagai bukti komitmen Pemkab untuk memajukan pariwisata dan ekonomi kreatif daerah. Plt Sekretaris Daerah Kabupaten Sumenep, RB. Syahwan Effendi, menegaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar agenda seremonial.
“Event ini menjadi bukti nyata bahwa Sumenep terus bergerak memajukan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Kita ingin seni budaya Madura tidak hanya lestari, tetapi juga bernilai ekonomi bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurut Syahwan, seluruh rangkaian kegiatan tahun depan akan melibatkan pelaku seni, UMKM, komunitas kreatif, hingga pelajar dan generasi muda.
Ia berharap, Sumenep bisa menjadi destinasi wisata budaya unggulan di Indonesia Timur serta memperkenalkan kekayaan seni budaya Madura ke tingkat nasional bahkan internasional.
Namun, tak semua masyarakat antusias. Di balik gegap gempita peluncuran itu, muncul suara sumbang dari warga yang menilai program ini hanya mengulang kesalahan lama.
“Dari tahun ke tahun, tidak ada peningkatan. Itu-itu saja, membosankan. Uang seperti dibuang sia-sia. Apakah mereka tidak pernah membaca?” kata seorang warga Sumenep kepada Indotech.
Warga yang juga dikenal sebagai penulis prosa itu menuding Pemkab tidak pernah melakukan evaluasi dari event sebelumnya.
“Ya, Pemkab Sumenep tidak pernah belajar dan membaca. Mereka seperti bebal dan pemalas. Setiap event tidak pernah dievaluasi, sehingga terulang lagi kesalahan yang sama,” ujarnya tajam.
Ia mempertanyakan siapa sebenarnya yang diuntungkan dari semua pagelaran tersebut. Apakah benar UMKM menjadi penerima manfaat utama?
Namun, tak semua masyarakat antusias. Di balik gegap gempita peluncuran itu, muncul suara sumbang dari warga yang menilai program ini hanya mengulang kesalahan lama.
“Dari tahun ke tahun, tidak ada peningkatan. Itu-itu saja, membosankan. Uang seperti dibuang sia-sia. Apakah mereka tidak pernah membaca?” kata seorang warga Sumenep kepada Indotech.
Warga yang juga dikenal sebagai penulis prosa itu menuding Pemkab tidak pernah melakukan evaluasi dari event sebelumnya.
“Ya, Pemkab Sumenep tidak pernah belajar dan membaca. Mereka seperti bebal dan pemalas. Setiap event tidak pernah dievaluasi, sehingga terulang lagi kesalahan yang sama,” ujarnya tajam.
Ia mempertanyakan siapa sebenarnya yang diuntungkan dari semua pagelaran tersebut. Apakah benar UMKM menjadi penerima manfaat utama?
Menurutnya, Pemkab perlu transparan dan menyajikan data konkret mengenai dampak ekonomi dari setiap event yang digelar.
“UMKM yang mana? Coba data dan rinci perkembangan semua UMKM di Kabupaten Sumenep. Apakah semua terdampak dari event Sumenep?” ujarnya.
Ia juga mengkritik penggunaan dana APBD untuk mendanai event-event besar seperti ini. Menurutnya, Pemkab seharusnya mendorong kolaborasi dengan sponsor atau perusahaan lokal agar beban APBD tidak semakin berat.
“Semua pagelaran nantinya sebaiknya tidak lagi dibiayai APBD, tapi oleh sponsor. APBD Sumenep harus murni dinikmati masyarakat, bukan untuk acara seremonial,” tegasnya.
Kritik lain muncul soal ketimpangan akses hiburan antarwilayah. Masyarakat di kepulauan Sumenep disebut tidak pernah merasakan langsung manfaat dari event-event besar yang sebagian besar digelar di daratan.
“Masyarakat kepulauan saja tidak bisa menikmatinya. Dari sini saja sudah terjadi disparitas. Beranikah Pemkab Sumenep menggelar event di Pulau Paliat atau Pulau Karamian? Warga di sana juga butuh hiburan,” katanya menutup percakapan.
Peluncuran “110 Event Sumenep 2026” menjadi simbol dua wajah Sumenep hari ini—antara ambisi pemerintah daerah membangun citra wisata budaya dan keresahan masyarakat terhadap efektivitas kebijakan berbasis seremonial.
“UMKM yang mana? Coba data dan rinci perkembangan semua UMKM di Kabupaten Sumenep. Apakah semua terdampak dari event Sumenep?” ujarnya.
Ia juga mengkritik penggunaan dana APBD untuk mendanai event-event besar seperti ini. Menurutnya, Pemkab seharusnya mendorong kolaborasi dengan sponsor atau perusahaan lokal agar beban APBD tidak semakin berat.
“Semua pagelaran nantinya sebaiknya tidak lagi dibiayai APBD, tapi oleh sponsor. APBD Sumenep harus murni dinikmati masyarakat, bukan untuk acara seremonial,” tegasnya.
Kritik lain muncul soal ketimpangan akses hiburan antarwilayah. Masyarakat di kepulauan Sumenep disebut tidak pernah merasakan langsung manfaat dari event-event besar yang sebagian besar digelar di daratan.
“Masyarakat kepulauan saja tidak bisa menikmatinya. Dari sini saja sudah terjadi disparitas. Beranikah Pemkab Sumenep menggelar event di Pulau Paliat atau Pulau Karamian? Warga di sana juga butuh hiburan,” katanya menutup percakapan.
Peluncuran “110 Event Sumenep 2026” menjadi simbol dua wajah Sumenep hari ini—antara ambisi pemerintah daerah membangun citra wisata budaya dan keresahan masyarakat terhadap efektivitas kebijakan berbasis seremonial.
Pertanyaan yang muncul pun menggantung: 
Apakah program pariwisata ini benar-benar untuk rakyat, atau sekadar panggung gemerlap tanpa arah pembangunan yang nyata?
Diakhir percakapan kami, warga itu menyampaikan pesan:
"Saya tidak alergi dengan hiburan, apalagi tujuan untuk memajukan Sumenep. Tetapi, hiburan yang didanai oleh APBD, oleh uang rakyat, hendaknya dilakukan dengan sangat hati-hati dan perencanaan harus matang. Sudah waktunya berpikir pertumbuhan jangka panjang. Jangan malas dan, jangan malas." 
(*)
